Selasa, 11 September 2012

ISRA’ MI’RAJ ANTARA TINJAUAN FISIKA DAN TAFSIR

ISRA’ MI’RAJ ANTARA TINJAUAN FISIKA DAN TAFSIR Ilmuwan terkemuka Sinka mengatakan: siapa pun yang melayangkan pendangannya ke arah langit pasti akan memejamkan kedua matanya dengan penuh kekaguman dan katakjuban. Sebab ia melihat jutaan bintang yang bersinar terang, mengamati pergerakannya di garis orbitnya, dan beralih memandangi rasi-rasinya. Masing-masing bintang, planet, nebul, dan satelit adalah dunia yang berdiri sendiri, dan jauh lebih besar daripada bumi beserta segala yang ada diantaranya dan yang melingkupinya (Ahmad, 2006:42). Bayangkan, jika kita sedang menengadah ke langit di malam hari, kita melihat sinar bulan yang begitu indah. Nah, sinar bulan yang kita lihat itu membutuhkan waktu untuk menempuh jarak dari bulan ke bumi sekira 350.000 kilometer. Karena kecepatan cahaya sekitar 300.000 meter per detik, maka cahaya bulan itu membutuhkan waktu lebih dari satu detik untuk sampai ke bumi. Artinya, ketika kita melihat bulan, sebenarnya bulan yang kita lihat itu bukanlah bulan pada saat yang sama. Sebab, bulan membutuhkan waktu selama satu detik untuk mencapai bumi. Paling tidak, bulan yang kita lihat saat ini adalah bulan satu detik yang lalu. Hal itu juga terjadi ketika kita melihat matahari. Karena jarak Matahari – Bumi yang demikian jauhnya sekitar 150 juta kilometer, maka kecepatan cahaya membutuhkan waktu 8 menit untuk sampai ke bumi. Artinya, jika waktu itu kita melihat matahari, maka matahari yang kita lihat itu sebenarnya bukalah matahari pada saat itu, melainkan matahari 8 menit yang lalu (Mustofa, 2006:71). Kenaehan dan keterkaguman kita akan semakin bertambah, manakala kita menyaksikan benda-benda langit yang lain, bintang umpamanya. Malah ada bintang yang berjarak sangat jauh dari bumi hingga memakan waktu 8 tahun cahaya dari bumi. Maka jika kita melihat bintang itu, sebenarnya kita sedang menyaksikan bintang yang usianya 8 tahun lalu. Mengagumkan. Bahkan, dalam abad kekinian, sering juga kita dengar istilah satelit atau sputnik, yaitu kendaraan ruang angkasa yang diluncurkan menuju bulan dan planetnya di dalam kelompok matahari. Persitiwa satelit atau sputnik itu merupakan hasil kecerdasan otak manusia sekaligus merupakan alat terpenting dalam mencapai kemajuan lahir ke arah pengetahuan dan teknologi. Lalu, pada abad ke-7 atau sekitar 1400 tahun silam, kita juga mendengar suatu peristiwa maha hebat dari tanah Arab. Persitiwa itu jauh lebih mengagumkan dari satelit ataupun sputik dan benda-benda langit lainnya. Peristiwa itu dinamakan Isra Mi’raj Nabi Muhammad saw. Muhammad tidak saja menembus ruang angkasa di sekitar bulan, bahkan sudah meluncur ke ufuk yang tertinggi , melalui sistem planet, menerobos ruang langit yang luas, berlanjut terus ke gugusan Bintang Bima Sakti, meningkat kemudian mengarungi Semesta Alam hingga sampai di ruang yang dibatasi oleh ruang yang tak terbatas. Kemudian sampailah Rasulullah Muhammad saw pada Ruang yang Mutlak yang dinamakan “Maha Ruang”. Inilah yang disebut “Dan dia Muhammad di ufuk yang tertinggi” (Mudhary, 1996:21). Peristiwa luar biasa ini kontan membuat kontroversi di masyarakat. Ada masyarakat yang mencemooh; kebanyakan dari mereka orang kafir. Mereka menggemboskan isu bahwa Muhammad telah gila. Kelompok kedua adalah mereka yang ragu-ragu. Mereka terbawa oleh suasana kontradiksi, mau percaya kok rasanya berita itu tidak masuk akal. Tapi ngga percaya, kan Muhammad tidak pernah berbohong. Kelompok ketiga adalah mereka yang begitu yakin akan ke-Rasulan Muhammad. Perjalanan yang kontroversial ini pun bagi mereka justru meningkatkan kayakinannya bahwa beliau benar-benar utusan Allah. Lantas bagaimana dengan kita? Termasuk golongan yang mana: tidak yakin, ragu-ragu, atau yakin? Alternatif dari jawaban itu adalah bahwa kita harus yakin dengan di-Isra-kan dan di-Mi’raj-kannya Muhammad, sekaligus meyakinkan kaum peragu bahwa peristiwa ini pun masuk akal, logis, dan rasional. Sebab, bisa dibuktikan secara empiris dalam ilmu pengetahuan modern Bukankah manusia adalah salah satu magnum opus-nya Tuhan dengan keistimewaan akalnya. Bukankah telah disinyalir Tuhan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk menjelajah seantero jagat raya dengan kekuasannya (QS.Ar Rahman:33). Bahkan, Al Khazin, Al Baidlawi, dan An Nasai (Mudhary, 1996:21), memberi tafsiran bahwa arah kata sulthan atau kekuasanannya ialah ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh kecerdasan otak lahir dan ilmu pengetahuan yang dihasilkan otak batin. Otak lahir disebut juga indera badani atau jasmani, sedangkan otak batin disebut indra rohani. Keduanya dikenal dengan sensus interior dan eksterior. Hubungan antara tanda-tanda kebenaran di dalam al Quran dan alam raya dipadukan melalui mukjizat Al Quran dengan mukjizat alam raya yang menggambarkan kekuasaan Tuhan. Masing-masing mengakui dan membenarkan keduanya menjadi pelajaran bagi setiap orang yang mau mendengar. Bahkan Abbas Mahmud Aqqad (dikutip Pasya, 2004:24), memberi penjelasan makna mukjizat ilmiah dalam al Quran dan Hadits secara lebih mendalam yakni terdapat dua macam mukjizat yang harus dibedakan: mukjizat yang harus dicari, dan mukjizat yang memang tidak perlu dicari. Sayangnya pembedaan antara kedua macam mukjizat tersebut hampir tidak kita temukan pada mereka yang pemikirannya hanya berhenti pada batas penafsiran ilmiah terhadap fenomena alam. Tidak adanya pembedaan tersebut kadang menyebabkan pencampuradukkan anatra mukjizat ilmiah (yang berarti bahwa Al Quran dan Hadits telah terlebih dahulu memberitahukan kita tentang fakta atau fenomena alam sebelum ditemukan oleh ilmu empiris) dan penafsiran Al Quran secara ilmiah (yang berarti mengungkap makna-makan baru ayat Quran atau Hadits sesuai kebenaran teori sains). Dengan kata lain, sains menjadi perangkat untuk menafsirkan Al Quran dan Hadits, seperti halnya ilmu bahasa dan asal usul fikih yang juga menjadi perangkat untuk menafsirkan ayat-ayat Al Quran di bidang ilmu keagamaan. Nah. Dengan demikian, perjalanan Isra Mi’raj yang menjadi fenomena mukjizat Allah tersebut mampu dikaji secara ilmiah. Pembuktian-pembuktian sains modern telah menampakan sebuah paradigma bahwa perjalanan Muhammad menjumpai Tuhannya dengan menembus batas-batas langit adalah benar. Sebab, perjalanan itu bisa ditafsir ulang dengan sains kekinian, dan dibuktikan secara ilmiah. Skenario Isra Mi’raj dan Tafsir Fisik                        1. Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang Telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. Dalam ayat in, Allah sudah menjelaskan skenario perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad. Sehingga dengan berpatokan pada ayat ini, kita bisa memperoleh pemahaman yang sangat memadai tentang mukjizat Isra dan Mi’raj tersebut. Dalam tinjauan Agus Mustofa (2006:11), setidak-tidaknya ada delapan kata kunci yang menjadi catatan penting dan menuntut pemahaman kita menembus batas-batas langit untuk menafsir perjalanan kontroversial ini. Baiklah, jika kita mencoba untuk menguraikan makna kata-kata tersebut, maka akan menjadi seperti ini: Catatan pertama, terdapat pada akata Subhanallah, Maha Suci Allah. Hal ini mengisyaratkan bahwa persitiwa ini sangat luar biasa. Saking spesialnya kejadian ini, Allah sendiri memuji diri-Nya dengan ucapan Subhanallah. Barangkali inilah salah satu bukti bahwa Allah adalah Maha dari segala Maha. Maha tanpa batasan ruang, waktu, bahkan massa. Sehingga lanjut Quraish Shihab (1992:338), peristiwa ini membuktikan bahwa ‘ilm dan qudrat Tuhan meliputi dan menjangkau, bahkan mengatasi segala yang finite (terbatas) dan infinite (tak terbatas) tanpa terbatas ruang dan waktu. Catatan kedua, adalah dalam kata asraa, yang telah memperjalankan. Ini berarti bahwa perjalanan Isra Mi’raj bukan atas kehendak Rasulullah, melainkan kehendak Allah. Dengan kata lain, kita juga memperoleh ‘bocoran’ bahwa Rasul tidak akan sanggup melakukan perjalanan itu atas kehendaknya sendiri. Saking dahsyatnya perjalanan ini, jangankan manusia biasa, Rasul sekali pun tidak akan bisa tanpa diperjalankan oleh Allah. Oleh karena itu lanjut Agus (2006:15), Allah lantas mengutus malaikat Jibril untuk membawa Nabi melanglang ‘ruang’ dan ‘waktu’ didalam alam semesta ciptaan Allah. Mengapa Jibril? Sebab Jibril merupakan makhluk dari langit ke tujuh yang berbadan cahaya. Dengan badan cahayanya itu, Jibril bisa membawa Rasulullah melintasi dimensi-dimensi yang tak kasat mata. Pembuktian menurut ilmu Fisika lanjut Mudhary (1996;28), bahwa eter menjadi zat pembawa sekaligus pelantara daya elektromagnetik. Eter adalah udara yang ringan sekali, lebih ringan dari udara yang dihirup oleh manusia: O2. Dalam bahasa Arab disebut dengan “Itsir”. Jika eter bergetar, niscaya membutuhkan pula zat pembawa yang lebih halus lagi dari eter itu sendiri, agar getaran eter itu bisa tersebar ke mana-mana. Sedangkan menurut Ilmu Metafisika, Rasul naik ke ruang angkasa melakukan perjalanan Mi’rajnya tentu membutuhkan zat pembawa yang lebih halus dari jiwa atau rohaninya. Oleh karena itu, makhluk hidup yang memiliki dua jasad: jasmani dan rohani, maka diperlukan zat pembawa yang lebih halus dari rohani itu sendiri dan mampu mengangkat jasmani Rasul sekaligus. Dan ternyata makhluk yang sangat halus itu bernama Jibril. Selain Jibril, perjalanan super istimewa itu disertai juga oleh kendaraan spesial yang didesain Allah dengan sangat spesial bernama Buraq. Ia adalah makhluk berbadan cahaya yang berasal dari alam malakut yang dijadikan tunggangan selama perjalanan tersebut. Buraq berasal dari kata Barqum yang berarti kilat. Maka, ketika menunggang Buraq itu mereka bertiga melesat dengan melebihi kecepatan cahaya sekitar 300.000 kilometer per detik (Mustofa, 2006:15). Jika seandainya kecepatan Buraq diambil serendah-rendahnya setara dengan perbandingan kecepatan elektris saja: 300.000 kilometer per detik, maka jarak anatara Masjidil Haram di Mekkah dengan Masjidil Aqsha di Palestina yang berjarak 1.500 kilometer, paling tidak memakan waktu 1/200 detik. Padahal, Buraq adalah makhluk hidup yang kecepatannya pun bisa melebihi kecepatan elektris tadi. Pertanyaannya kemudian, bukankah kecepatan cahaya adalah kecepatan paling tinggi yang telah dihasilkan Fisika Modern? Bukankah kecepatan cahaya telah mendapat legalitas berdasarkan keputusan kongres Internasional tentang Standar Ukuran yang digelar di Paris tahun 1983: bahwa kecepatan cahaya berada dalam vakum sebesar 299.792.458 meter per detik dibulatkan sekira 300.000 kilometer per detik. Dan tentu saja, kecepatan cahaya berlaku sama bagi seluruh gelombang spektrum dan mempersentasikan batas kecepatan dalam alam fisika (Ahmad, 2006:168). Tentu saja kecepatan setinggi itu tidak bisa dilakukan oleh sembarang benda. Hanya sesuatu yang sangat ringan saja yang bisa memiliki kecepatan yang bisa melebihi kecepatan cahaya. Bahkan, saking ringannya, maka sesuatu itu harus tidak memiliki massa sama sekali. Yang bisa melakukan kecepatan itu hanya photon saja, yaitu kuantum-kuantum penyusun cahaya. Bahkan, electron sekali pun yang bobotnya hamper nol sekalipun tidak bisa memiliki kecepatan setinggi itu. Sedangkan manusia sendiri terkonstruksi dari satuan-satuan utama yang sangat kecil dinamakan sel. Jumlahnya sekitar 390 milyar. Sel tubuh ini tidak sama, baik bentuk, besar, maupun fungsinya. Sel-sel ini tidak terpisah satu sama lain, tetapi hidup dalam organisasi yang harmonis (Pasya, 2004:250). Jika dilihat dari penyusunnya, maka berbagai macam sel itu tersusun dari molekul-molekul. Baik yang sederhana maupun molekul yang kompleks. Mulai dari H2O, sampai pada molekul asam amino atau proteir kompleks lainnya. Dan jika dicermati, maka molekul itu juga tersusun dari bagian-bagian yang lebih kecil disebut atom. Dan atom ini pun tersusun dari partikel-partikel sub atomik seperti: proton, neutron, elektron, dan sebagainya. Karena manusia memiliki bobot, jangankan untuk dipercepat dengan kecepatan setingkat kecepatan cahaya. Dengan percepatan beberapa kali gravitasi bumi (G) saja, sudah akan mengalami kendala serius, bahkan bisa meninggal dunia. Dalam ilustrasinya, Agus Mustofa (2006:17) memberi gambaran tentang seorang pilot yang melakukan manuver di angkasa. Ketika ia melakukan gerakan vertikal naik ke langit atau manuver ‘jatuh’ ke bumi misalnya, saat itu badannya akan mengalami tekanan alias beban yang sangat berat bergantung pada besarnya percepatan yang ia lakukan. Jika pilot bermanuver ke langit dengan percepatan dua kali gravitasi bumi (2G), maka badannya akan mengalami tekanan dua kali lipat dari biasanya. Jika bobot pilot dalam kondisi normal 80 kg misalnya, maka pada saat melakukan manuver bobotnya akan menjadi 160 kg. Bahkan jika percepatannya lebih tinggi lagi, rasa ‘nyuut’ di otak akan semakin besar. Seperti orang yang jatuh bebas ke dalam sebuah sumur yang dalam. Bisa-bisa seseorang akan mengalami ‘hilang kesadaran’. Apalagi manuver pilot dengan kecepatan 5G, pilot yang tidak terlatih bisa-bisa mengalami balck out alias semaput atau pingsan di angkasa. Jika demikian, bukankah Muhammad juga seorang manusia biasa yang memiliki struktur sama dengan pilot dalam ilustrasi tadi ketika ia melakukan perjalanan Isra Mi’raj tersebut? Lalu bagaimana jasmani Muhammad mampu menembus lapisan langit dengan bantuan kecepatan cahaya ? Apakah Muhammad di-Isra-kan dan di-Mi’raj-kan dengan jasmani dan rohaninya sekaligus? Nah. Salah satu ‘skenario rekonstruksi’ untuk mengatasi problem ini adalah teori Annihilasi. Teori ini mengatakan bahwa setiap materi (zat) memiliki anti materi. Dan jika materi dipertemukan atau direaksikan dengan anti materinya, maka kedua partikel tersebut bakal lenyap berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gama (Mustofa, 2006:20). Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir masih dalam buku yang sama (2006:20), bahwa jika ada partikel proton dipertemukan dengan antiproton, atau elektron dengan positron sebagai antielektronnya, maka kedua pasangan partikel tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar gama, dengan energi masing-masing 0,11 MeV untuk pasangan elektron dan 938 MeVuntuk pasangan partikel proton. Sebaliknya, jika ada seberkas sinar Gama yang memiliki energi sebesar itu dilewatkan medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi dua buah pasangan partikel seperti di atas. Hal ini menunjukan bahwa materi memang bisa berubah menjadi cahaya dengan cara tertentu, yang disebut sebagai reaksi Annihilasi. Nah, proses pengubahan materi menjadi cahaya terjadi sesaat sebelum perjalanan Isra Mi’raj dimulai. Kejadian ini ketika Rasul disucikan oleh Jibril di dekat sumur zam-zam. Bisa dikatakan jika proses ini adalah proses operasi hati Muhammad dengan air zam-zam. Kenapa operasi hati? Bukan otak atau jantung misalnya? Ya, sebab hati adalah pangkal dari seluruh aktifitas badani. Bahkan Rasul mengatakan bahwa hati adalah pangkal dari segala aktifitas badani. Jika baik hatinya, maka baik pula seluruh aktifitas badannya. Begitu juga sebaliknya jika buruk hatinya, maka buruk juga segala aktifitas badaniahnya. Bahkan, resonansi dari hati yang baik itulah kelembutan akan muncul. Bagaikan buluh perindu yang akan menghasilkan suara merdu ketika ditiup. Kenapa? Karena hati yang lembut bagaikan sebuah tabung resonansi yang bagus. Getarannya menghasilkan frekuensi yang semakin lama semakin tinggi. Semakin lembut hati seseorang, semakin tinggi frekuensinya. Pada frekuensi 10 pangkat 8, maka akan menghasilkan gelombang radio. Dan jika frekuensinya lebih tinggi misal 10 pangkat 14, maka akan menghasilkan gelombang cahaya (Mustofa, 2008:153). Itulah agaknya yang terjadi pada diri Rasulullah saat ‘dioperasi’ oleh malaikat Jibril di dekat sumur zam-zam. Jibril melakukan manipulasi terhadap sistem energi menjadi badan cahaya. Dengan kesiapan ini, Muhammad siap untukdibawa melalui kawalan Jibril dengan mengendarai Buraq menembus batas langit hingga akhirnya berjumpa dengan Sang Pemilik Cahaya Abadi. Catatan ketiga, terdapat dalam kata ‘abdihi, Hamba-Nya. Hal ini berarti bahwa tidak semua orang secara sembarangan mampu melakukan perjalanan Isra Mi’raj. Perjalanan fantastis yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang sudah mencapai tingkatan ‘abdihi, hamba-Nya. Atau dalam istilah Quraish Shihab sebagai insan kamil. Catatan keempat, dalam kata laila, malam hari. Perjalanan spesial ini dilakukan pada malam hari dan bukan siang hari. Kenapa? Inilah dia bukti kebesaran Tuhan Sang Maha Gagah itu. Ia mengendalikan perjalanana Isra Mi’raj dengan apik dan sangat canggih. Apalagi alasan logis mengenai hal itu, bahwa pada siang hari radiasi sinar matahari demikian kuatnya, sehingga bisa membahayakan badan Nabi Muhammad yang sebenarnya memang bukan badan cahaya. Badan nabi yang sesungguhnya tentu saja adalah materi. Perubahan menjadi badan cahaya itu bersifat sementara saja, sesuai kebutuhan untuk melakukan perjalanan bersama Jibril. Dengan melakukannya pada malam hari, maka Allah telah menghindarkan Nabi dari interferensi gelombang yang bakal membahayakan badannya. Suasana malam memberikan kondisi yang baik buat perjalanan itu (Mustofa, 2006:25). Sebagai gambaran sederhana, ketika di malam hari kita menyalakan radio, maka gelombang yang kita tangkap akan jernih dan lebih mudah dari siang hari. Sebab gelombang radio tersebut tidak mengalami gangguan terlalu besar yang saling bersinggungan dengan gelombang lainnya. Begitulah gambaran sederhananya, sebab waktu malam hari adalah waktu yang paling kondusif untuk perjalanan super spesial demi kelancaran perjalanan ini. Catatan kelima, terdapat dalam kata minal Masjidil haram ilal masjidil Aqsha, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Perjalanan ini dimulai dari mesjid ke mesjid, sebab mesjid adalah bangunan yang memiliki energi positif. Disanalah orang-orang berusaha untuk menyucikan diri, mendekat, bahkan merapat kepada Tuhannya. Masing-masing mesjid tersebut ibarat tabung energi positif bagi perjalanan Nabi. Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha dijadikan sebagai terminal pemberangkatan dan kedatangan. Hal ini mirip dengan tabung transmitter dan recieveri, yang dipergunakan dalam proses perubahan badan Nabi Muhammad dari materi menjadi cahaya jauh lebih mudah. Apalagi proses itu melalui ‘operasi’ lewat pelantara Jibril yang memang makhluk cahaya. Maka semuanya berjalan dengan lancar sesuai kehendak Allah. Dia-lah yang berkehendak, sedang Jibril yang melaksanakannya (Mustofa, 2006:28). Catatan keenam, yakni dalam kata baaraknaa haulahu, Kami berkahi sekelilingnya. Perjalanan ini adalah perjalanan yang tak lazim. Oleh karena itu Allah mempersiapkan semua fasilitas dengan keberkahan untuk menjaga kelancaran perjalanan sekali dalam sepanjang sejarah manusia. Nah, disinilah pentingnya Allah menjaga lingkungan sekitar perjalanan Isra Mi’raj agar tidak terjadi hal-hal yang merusak. Sebab, jika badan Rasul tiba-tiba berubah menjadi ‘badan materi’ lagi saat melakukan perjalanan berkecepatan tinggi itu, maka badannya bisa terurai menjadi partikel-partikel kecil sub atomik, tidak beraturan lagi. Untuk itulah, keberkahan itu selalu ada; di setiap tempat di setiap keadaan, bahkan tak mengenal tempat, waktu, dan keadaan sekalipun. Catatan ketujuh, terdapat dalam kata linuriyahu min ayaayaatina, tanda-tanda kebesaran Allah. Ya, tepat sekali Isra Mi’raj adalah salah satu tanda kebesaran Allah yang Maha Hebat. Dalam perjalanan itu Rasul menyaksikan pemandangan yang tidak pernah beliau saksikan sebelumnya. Terutama ketika melintasi dimensi-dimensi langit yang lebih tinggi pada saat Mi’raj ke langit ke tujuh. Tanda kebesaran dan keagungan Allah ini terhampar di jagat raya. Dan dengan tanda-tanda itu, seseorang mukmin bisa melakukan ‘dzikir sekaligus pikir’ sehingga menghasilkan kedekatan diri kepada Allah Azza wa Jalla. Dan kata kunci yang terakhir adalah innahu huwas samii’ul bashir, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat. Ini adalah proses penegasan informasi kalimat sebelumnya. Dengan adanya kalimat ini, seakan-akan Alalh ingin memberikan jaminan kepada kita bahwa apa yang telah Dia ceritakan dalam ayat ini adalah benar adanya. Kenapa? Karena berita ini datang dari Allah, Tuhan yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Maka tak perlu ada keraguan tentang kisah fenomenal ini (Mustofa, 2006:41). Penjelasan Teori Eisntein (E= m.c2) Relativitas, adalah teori yang saat ini menjadi pusat ilmu pengetahuan. Teori ini terdiri atas Relativitas Khusus dan Umum. Dua teori ini pun memiliki sejarah yang berbeda. Relativitas Khusus diterima dalam beberapa tahun setelah Albert Einstein mengumumkannya. Dan ini terjadi di tengah derasnya peristiwa-peristiwa ilmiah, dan karena ini menjawab pertanyaan yang membingungkan banyak ilmuwan. Teori ini juga memiliki kegunaan dalam bidang-bidang utama riset yang dilakukan saat itu, seperti fisika nuklir dan mekanika kwantum. Saat ini, relativitas khusus menjadi alat sehari-hari bagi para ahli fisika yang meneliti susunan materi dan gaya yang menyatukannya. Relativitas Umum berlaku dalam skala yang jauh lebih besar, pada bintang-bintang, galaksi, dan ruang angkasa yang luas. Dibutuhkan waktu lebih lama untuk diterima, karena teori ini tampaknya tidak memiliki kegunaan prakltis. Einstein menggunakannya untuk menjelaskan kesederhanaan dan tatanan di balik alam semesta. Teori ini baru dapat diuji tahun 1960-an setelah akselerator partikel raksasa dan perlatan lain ditemukan menjadi lebih kuat. Relativitas khusus meramalkan bahwa ketika sebuah objek mendekati kecepatan cahaya, maka akan terjadi hal-hal ganjil sebagai berikut: 1. Waktu melambat: Ini disebut dilatasi waktu. Ini diamati tahun 1941 dalam ekperimen partikel atom berkecepatan tinggi yang disebut muon. Ini juga ditunjukkan tahun 1971, ketika jam yang amat sangat akurat, diterbangkan dengan cepat keliling dunia di atas pesawat terbang jet. Setelah dua hari,jam itu berkurang sepersekian detik dibandingkan dengan jam yang sama di permukaan bumi, karena jam itu bergerak lebih cepat. 2. Objek mengecil. Objek yang bergerak mendekati kecepatan cahaya, akan mengalami pemendekan sesuai arah geraknya. Kalau roket antariksa bisa bergerak dengan separoh kecepatan cahaya, panjangnya akan sekitar enam per tujuh panjang aslinya di landasan luncur. Efek ini sudah diteliti sejak tahun 1890-an. 3. Massa objek bertambah. Ini artinya objek akan bertambah berat. Ini sudah diperlihatkan berulang kali dengan eksperimen partikel yang bergerak dengan kecepatan tinggi seperti elektron. Dari ide inilah Eistein mengembangkan rumus terkenalnya E = mc². Mungkinkah manusia bisa bergerak secepat cahaya? Seiring bertambahnya massa orang tersebut, maka gaya yang dibutuhkan untuk membuatnya bergerak lebih cepat lagi juga terus bertambah. Pada hampir kecepatan cahaya, massa akan begitu besar sampai gaya yang dibutuhkan untuk memberikan dorongan ekstra itu akan sangat besar sampai mustahil. Akibatnya kecepatan cahaya tidak akan benar-benar tercapai. Dalam A Brief History of Time-nya, fisikawan Stephen Hawking dengan merendah mengatakan seluruh model jagat raya kontemporer yang dibangun oleh para fisikawan/astrofisikawan masa kini (termasuk dirinya, Roger Penrose, Bekenstein, Carl Sagan dll) berdasarkan pada asumsi bahwa Relativitas Umum dan Mekanika Kuantum itu benar. Dari statemen ini memang terbuka peluang bahwa mungkin saja baik Relativitas Umum ataupun Mekanika Kuantum itu “tidak benar”. Namun jika kita merujuk pada fakta-fakta yang ada di jagat raya ini, kita fokuskan ke Relativitas Umum, ada sangat banyak fenomena yang menunjukkan kesahihan teori ini. Tak perlu jauh-jauh melangkah ke lubang hitam alias black hole, fenomena itu merentang mulai dari yang paling sederhana seperti langit malam yang tetap gelap padahal kita tahu ada milyaran bintang yang selalu bersinar di sana (paradoks Olber), presesi perihelion Merkurius (dimana titik perihelion planet ini selalu bergeser dalam tiap revolusinya, yang secara akumulatif mencapai 43 detik busur per abad), pembengkokan lintasan cahaya dan gelombang radar di dekat Matahari seperti ditunjukkan dalam Gerhana Matahari maupun pemuluran waktu tunda gema radar dari oposisi Venus, hingga melimpahnya foton gelombang mikro bersuhu amat rendah (2,725 K) yang tersebar homogen di segenap penjuru jagat raya tanpa terkait dengan kumpulan galaksi maupun bintang-bintang, foton yang kita kenal sebagai cosmic microwave background radiation. Dengan bekal kesahihan Relativitas Umum ini (dan juga kesahihan Mekanika Kuantum) kita sekarang bisa memperkirakan dengan ketelitian tinggi bagaimana dinamika jagat raya kita sejak ‘bayi’ hingga sekarang. Relativitas Umum menunjukkan bahwa jagat raya kita ini terdiri dari empat dimensi, dengan tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu (dalam sumbu imajiner) yang saling mempengaruhi sehingga membentuk entitas baru yang disebut ruang-waktu (spacetime), dimana disini tak ada lagi waktu mutlak karena waktu sepenuhnya bergantung kepada ruang, dan sifat ruang-waktu sepenuhnya bergantung kepada distribusi massa yang ada didalamnya. Sehingga sifat ruang-waktu di Bumi misalnya, jelas berbeda dengan ruang-waktu di Matahari ataupun bintang maharaksasa merah Antares tetangga kita, apalagi dengan bintang neutron dalam inti Crab Nebulae. Hawking menggambarkan ruang-waktu dalam jagat raya kita sebagai melengkung mirip gelembung balon, dengan permukaan balon sebagai ruang-waktu dan disinilah tempat kedudukan galaksi dan bintang-bintang. Seberapa besar dimensi jagat raya? Besarnya ~1025 meter (13,7 milyar tahun cahaya). Dalam tiap meter kubik jagat raya terdapat 400 juta foton namun ‘hanya’ ada 0,4 nukleon (nukleon = proton + neutron, penyusun atom-atom termasuk yang menyusun tubuh manusia). Cahaya, demikian pula foton pada spektrum elektromagnetik lainnya, hanya bisa bergerak pada permukaan gelembung ini meski tetap saja bisa menemukan jarak terpendek untuk menempuh titik-titik yang terpisah jauh (ini lebih mudah dipahami jika kita mempelajari trigonometri segitiga bola). Namun, Subhanallah, struktur yang luar biasa besarnya ini tidaklah statis. Ia terus mengembang, dan jika diproyeksikan jauh ke masa silam (tepatnya ke 13,7 milyar tahun silam), kita mengetahui saat itu jagat raya hanyalah berbentuk titik berdimensi ~10-35 meter dengan densitas 1096 kg/m3 dan bersuhu 1032 K. Inilah titik singularitas dentuman besar (alias big bang), awal lahirnya sang waktu. Apa isinya? Campuran quark dan lepton, partikel-partikel elementer penyusun nukleon, yang secara kasar bisa disebut “plasma” atau “asap” (bandingkan dengan Q.S. Fushshilat : 11). Dari titik awal ini jagat raya dengan cepat mengembang hingga pada 1 detik pertama saja dimensinya telah 10 tahun cahaya dan quark-quark didalamnya telah mulai membentuk nukleon. Dalam 3 – 20 menit pasca big bang, nukleon-nukleon mulai bereaksi membentuk Detron (inti Deuterium), Helium dan sebagainya sehingga komposisi jagat raya terdiri dari 75 % Hidrogen dan 24 % Helium, yang masih bertahan hingga kini. Namun dibutuhkan waktu 300.000 tahun pasca big bang hingga jagat raya ini benar-benar dingin sehingga proton bisa bergabung dengan elektron membentuk atom Hidrogen, demikian pula detron bergabung dengan elektron membentuk atom Deuterium dan sebagainya, tanpa terpecahkan kembali oleh foton (note : menariknya, coba bandingkan angka 300.000 tahun ini dengan Q.S. al-Ma’aarij : 4 dan Q.S. as-Sajdah : 4 secara bersama-sama). Tafsir Ayat Isra’ Mi’raj Ayat Isra’ Mi’raj yang sering kita dengar adalah :                        1. Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang Telah kami berkahi sekelilingnya[847] agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. 1. Subhana = diartikan Maha Suci. Tetapi yg pas bisa kita pakai arti Maha Penggerak atau Maha Dinamis. Subhana bisa juga berasal dari kata ‘sabaha‘ artinya berenang. Mashdar lainnya adalah Tasbih, yang berarti gerak yang dinamis. Hakekat dari seluruh materi di alam semesta ini adalah bergerak, ber-rotasi dan ber-revolusi. Salah tiga dari materi alam semesta adalah Matahari, Bumi dan Rembulan. Rembulan atau Bulan ber-rotasi dan ber-revolusi kepada Bumi. Bumi ber-rotasi dan ber-revolusi kepada Matahari. Matahari ber-rotasi dan ber-revolusi kepada pusat Bimasakti. Dan begitu seterusnya… Jadi peristiwa Isra’ wal Mi’raj adalah fenomena pergerakan dan sangat dinamis, bukan sekedar aktifitas statis. 2. Asra = memperjalankan. Kata ini bentuk transitif (muta’addiy) dari kata saraa = berjalan. Di sini jelas bahwa Alloh Yang Maha Dinamis yang menentukan gerak dan diamnya, atau berjalan dan berhentinya hamba-Nya yakni Rasulullah SAW. Jadi peristiwa Isr’a wal Mi’raj merupakan kehendak aktif Alloh SWT. Berapa jauhnya perjalanan? Secara manusiawi, jarak tempuh Isra’ adalah : Mekkah – Palestina, sekitar 1.200 km. Selanjutnya, perjalanan Mi’raj seperti dijelaskan dalam surat An-Najm yang terbagi dalam dua tahap: tahap 1: Gelombang ke Partikel Ayat 1-11 surat An-Najm, menjelaskan perihal transfer dimensi dari Jibril kepada Rasululloh SAW yakni transfer dimensi cahaya kepada dimensi suara. tahap 2: Partikel ke Geombang Selanjutnya ayat ke 12 – 17 surat An-Najm, adalah menjabarkan praktikum Rasululloh SAW untuk melakukan transfer balik dari dimensi suara atau partikel menuju ke dimensi cahaya atau ‘gelombang elektromagnetik’. Dan perjalanan saat itu tidak mengenal lagi hukum fisika. Dimensi waktu telah terlampuai. Jangkauan Rasululloh SAW seperti dikupas Pak Agus Musthofa dalam buku2nya, pandangan Rasululloh mampu mencakup semua dimensi di bawah layer malaikat. Kalau Mi’raj, maka secara masnusiawi Rasul SAW akan lepas dari Bumi. Dan lebar Bumi sekitar 12.700 km; Lalu, kita manusia akan membayangkan, Rasul SAW lepas dari Tata Surya kita. Dan lebarnya 9 milyar km. Berikutnya lepas Tata Surya masih harus lepas dari Galaksi kita yang panjangnya; Selengkapnya Tour de universe ada di [ Cosmic Distance Scales ] 3. ‘Abdihi = hamba-Nya. Hamba adalah lemah, hamba adalah tidak berdaya. Di sini jelas, bahwa isra’ wal Mi’raj itu bukan kemauan Rasulullah SAW, karena beliau sebagai hamba yang hanya bergantung atas kehendak Alloh SWT dalam melakukan perjalannya. Jadi dalam Isr’a wal Mi’raj, Rasululloh SAW tidak berjalan sendiri, tetapi di’bantu’ Alloh dalam melakukan perjalanan itu. 4. Lailan = Malam hari. Malam adalah simbol kebalikan dari siang. Dua istilah yang sangat erat dengan konsep waktu. Mengapa harus malam.? Malam memiliki keheningan, malam menyibakkan kegelapan, yang merupakan arah dari pandangan mata yang tidak pernah akan berujung. Dan perjalanan Isra’ wal Mi’raj adalah perjalanan Rasul SAW yang tidak mampu dijejaki ujung finalnya. Alam semesta nan luas … 5. Masjidil Haram-Masjidil Aqsha = Dua starting point yang diberkahi. Dua lokasi yang dipilih Alloh dengan titik koordinat yang terpisah antara batas utara pergerakan tahunan Matahari. Dua lokasi sebagai kiblat pertama dan terakhir. Dan inilah tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya. Kalau kita mau berfikir. Hakikat Tujuh Langit Peristiwa isra' mi'raj yang menyebut-nyebut tujuh langit mau tak mau mengusik keingintahuan kita akan hakikat langit, khususnya berkaitan dengan tujuh langit yang juga sering disebut-sebut dalam Al-Qur'an. Bila kita dengar kata langit, yang terbayang adalah kubah biru yang melingkupi bumi kita. Benarkah yang dimaksud langit itu lapisan biru di atas sana dan berlapis-lapis sebanyak tujuh lapisan? Warna biru hanyalah semu, yang dihasilkan dari hamburan cahaya biru dari matahari oleh partikel-partikel atmosfer. Langit (samaa' atau samawat) berarti segala yang ada di atas kita, yang berarti pula angkasa luar, yang berisi galaksi, bintang, planet, batuan, debu dan gas yang bertebaran. Dan lapisan-lapisan yang melukiskan tempat kedudukan benda-benda langit sama sekali tidak ada. Bilangan 'tujuh' sendiri dalam beberapa hal di Al-Qur'an tidak selalu menyatakan hitungan eksak dalam sistem desimal. Di dalam Al-Qur'an ungkapan 'tujuh' atau 'tujuh puluh' sering mengacu pada jumlah yang tak terhitung. Misalnya, di dalam Q.S. Al-Baqarah:261 Allah menjanjikan: "Siapa yang menafkahkan hartanya di jalan Allah ibarat menanam sebiji benih yang menumbuhkan TUJUH tangkai yang masing-masingnya berbuah seratus butir. Allah MELIPATGANDAKAN pahala orang-orang yang dikehendakinya...." Juga di dalam Q.S. Luqman:27: "Jika seandainya semua pohon di bumi dijadikan sebagai pena dan lautan menjadi tintanya dan ditambahkan TUJUH lautan lagi, maka tak akan habis Kalimat Allah...." Jadi 'tujuh langit' lebih mengena bila difahamkan sebagai tatanan benda-benda langit yang tak terhitung banyaknya, bukan sebagai lapisan-lapisan langit. Lalu, apa hakikatnya langit dunia, langit ke dua, langit ke tiga, ... sampai langit ke tujuh dalam kisah isra' mi'raj? Mungkin ada orang mengada-ada penafsiran, mengaitkan dengan astronomi. Para penafsir dulu ada yang berpendapat bulan di langit pertama, matahari di langit ke empat, dan planet-planet lain di lapisan lainnya. Kini ada sembilan planet yang sudah diketahui, lebih dari tujuh. Tetapi, mungkin masih ada orang yang ingin mereka-reka. Kebetulan, dari jumlah planet yang sampai saat ini kita ketahui, dua planet dekat matahari (Merkurius dan Venus), tujuh lainnya --termasuk bumi-- mengorbit jauh dari matahari. Nah, orang mungkin akan berfikir langit dunia itulah orbit bumi, langit ke dua orbit Mars, ke tiga orbit Jupiter, ke empat orbit Saturnus, ke lima Uranus, ke enam Neptunus, dan ke tujuh Pluto. Kok, klop ya. Kalau begitu, Masjidil Aqsha yang berarti masjid terjauh dalam QS. 17:1, ada di planet Pluto. Dan Sidratul Muntaha adalah planet ke sepuluh yang tak mungkin terlampaui. Jadilah, isra' mi'raj dibayangkan seperti kisah Science Fiction, perjalanan antar planet dalam satu malam. Na'udzu billah mindzalik. Saya berpendapat, pengertian langit dalam kisah isra' mi'raj bukanlah pengertian langit secara fisik. Karena, fenomena yang diceritakan Nabi pun bukan fenomena fisik, seperti perjumpaan dengan ruh para Nabi. Langit dan Sidratul Muntaha dalam kisah isra' mi'raj adalah alam ghaib yang tak bisa kita ketahui hakikatnya dengan keterbatasan ilmu manusia. Hanya Rasulullah SAW yang berkesempatan mengetahuinya. Isra' mi'raj adalah mu'jizat yang hanya diberikan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Makna pentingnya Bagaimanapun ilmu manusia tak mungkin bisa menjabarkan hakikat perjalanan isra' mi'raj. Allah hanya memberikan ilmu kepada manusia sedikit sekali (QS. Al-Isra: 85). Hanya dengan iman kita mempercayai bahwa isra' mi'raj benar-benar terjadi dan dilakukan oleh Rasulullah SAW. Rupanya, begitulah rencana Allah menguji keimanan hamba-hamba-Nya (QS. Al-Isra:60) dan menyampaikan perintah salat wajib secara langsung kepada Rasulullah SAW. Makna penting isra' mi'raj bagi ummat Islam ada pada keistimewaan penyampaian perintah salat wajib lima waktu. Ini menunjukkan kekhususan salat sebagai ibadah utama dalam Islam. Salat mesti dilakukan oleh setiap Muslim, baik dia kaya maupun miskin, dia sehat maupun sakit. Ini berbeda dari ibadah zakat yang hanya dilakukan oleh orang-orang yang mampu secara ekonomi, atau puasa bagi yang kuat fisiknya, atau haji bagi yang sehat badannya dan mampu keuangannya. Salat lima kali sehari semalam yang didistribusikan di sela-sela kesibukan aktivitas kehidupan, mestinya mampu membersihkan diri dan jiwa setiap Muslim. Allah mengingatkan: "Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabut:45) Epilog Begitu dahsyat peristiwa Isra Mi’raj hingga meninggalkan kesan mendalam untuk seluruh umat manusia hingga kini. Namun, dari tafsiran yang telah dipaparkan di atas, sekira dengan obat sebagai penawar penyakit, begitu pun hikmah perjalanan ini sebagai ikhtiar pembangun jiwa-jiwa yang sedang kebingungan, atau malah ‘mati’ dalam kebingungan. Siapa pun ia jika mengira akal adalah Tuhan yang patut disembah, sains adalah Maha Guru tertinggi yang patut dipuji, maka ia bagai berada dalam dimensi yang terus memenjaranya untuk tidak menemukan kebenaran hakiki. Sebab, Kant pernah berkata (dalam avant propos Capra, 2000:xxii), bahwa ia secara meyakinkan dan sudah membuktikan jika nalar teoritis sama sekali tak mampu menangkap kebenaran metafisika. Dengan kata lain, sains tak bisa membuktikan Tuhan ada, juga tidak bisa membuktikan Tuhan tidak ada. Dengan ini, Kant sebenarnya hendak membatasi ekspansi sains, menyisakan ruang bagi iman. Banyak tafsiran yang diutarakan para ulama terkait berita kontroversial ini. Namun, perlu menjadi catatan bahwa terlepas dari semua tafsiran: aqidah, sains, bahkan tasawuf sekalipun, ia ‘menggenjot’ penyemangat jiwa. Sebab Muhammad mampu ‘berlari’ menjadi hamba yang Insan Kamil untuk melesat menuju Tuhannya. Ia membuka diri untuk disesuaikan dan direkonstruksi demi menyempurnakan panggilan spesial Tuhannya. Bukan saja Muhammad yang bisa ‘berlari menuju Tuhannya. Anda, saudara, dan kita semua bisa ‘berlari’ mengejar hakikat kecintaan kepada Tuhan. Hidup terlalu singkat untuk diisi dengan pergi menuju tuhan dengan cara berjalan lanjut Kang Jalal (2008:69). Kita harus ‘berlari’ sebelum waktu kita di dunia habis dan berakhir. ‘Berlari’ dari segala yang menarik perhatian kita, menuju kepada yang satu, Allah. Sebab, “Barangsiapa yang mendekati Allah sesiku, Dia akan mendekatinya sehasta. Barangsiapa mendekati Allah sambil berjalan, Dia akan menyambutnya sambil berlari” (HR. Ahmad dan Thabrani). Jika begitu, bagaimana jika kita menuju-Nya dengan ‘berlari’, seberapa dekatkah Ia kepada hamba-Nya. Kenyataan ini menuntun kita pada adanya evolusi dari hal yang sifatnya material menuju hal yang immaterial. Membimbing kita untuk Mi’raj atau pendakian menuju tahap demi tahap hingga sampai ke hakikat kecintaan kepada-Nya. Keberadaan hierarki dan proses pendakiannya yang merupakan ajaran tarekat yang dicontohkan Plotinus sebagai tokoh madzhab neoplatonisme (Purwanto, 2008:383). Menurutnya semua berasal dari Yang Satu atau to Hen dan semuanya berhasrat untuk kembali kepada Yang Satu. Manusia dapat melaksanakan pengembalian kepada Yang Satu dengan upaya menempuh tahap demi tahap, hingga akhirnya mampu ‘berlari’ menembus penyatuan dengan Yang Satu, atau dalam istilah Plotinus disebut ekstasis. Overall, maka bersegeralah ‘berlari’ untuk Mi’raj menuju Tuhan. Sebab Ia telah berfirman: “Oleh karena itu, bersegeralah berlari kembali menuju Allah” (QS.Al dzariyat:50). Mi’raj untuk menembus batas-batas kekotoran sifat manusia, menjemput Cahaya Ke-Tuhanan yang hanya diberikan bagi mereka yang spesial. Mereka yang berhasil menjadi pengikut Muhammad yang tidah hanya mengagumi dalam decak kagum tanpa penghayatan, tetapi penghayatan dalam pengamalan yang ikhlas. Perjalanan yang ditempuh dari pecinta menuju yang dicintainya, hingga keadaan ini berada dalam vakum penyatuan. Cerminan penyatuan itu tertuang dalam sebuah hadits qudsi: “Tidak henti-hentinya hamba-hamba-Ku mendekatkan diri kepada–Ku dengan melakukan ibadah-ibadah nawafil, hingga Aku mencintainya. Kalau Aku telah mencintainya, Aku akan menjadi telinganya yang dengannya ia mendengar; Aku akan menjadi matanya yang dengannya ia melihat; Aku akan menjadi tangannya yang dengannya ia memegang; Aku akan menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan. Jika ia bermohon kepada-Ku, Aku akan mengabulkan permohonannya. Jika ia berlindung kepada-Ku, Aku akan melindungi dirinya” (HR. Bukhari).

Jumat, 10 Agustus 2012

Konsep khotbah Idul Fitri


Khutbah Idul Fitri

MEMBANGUN INDONESIA BARU
DENGAN KEMBALI KEPADA FITHRAH
الله اكبر الله اكبر الله اكبر
الله اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا
لااله إلا الله وحـده ,صد ق وعـده ,ونصرعـبده، واعزجـنـد
و هزم الأحزاب وحـده
لااله الاالله ولانعبد الا اياه مخلصين له الدين ولو كره الكافرون ولو كره المشركون ولو كره المنافقون
لااله الاالله و الله اكبر الله اكبر ولله الحمد

الحمد لله الذى انعم علينا وهدانا الى دين الأ سلام و جعل رمضان شهرا مباركا ورحمة للناس واشكرونعمة الله ان كنتم اياه تعبدون و لعلكم تتقون.
اشـهـد ان لااله الاالله وحده لاشريك له واشـهـد ان محمدا عبده ورسوله اللهم صل وسلم وبارك على سيد المرسلين وعلى آله وصحبه اجمعين.
فيا ايها المؤمنون والمؤمنات:أوصيكم ونفسي بتقوى الله فقد فازالمتقون واتقوا الله حق تـقاته ولاتموتن إلاوانتم مسلمون

Maha Besar Allah, kepada-Nya segala makhluk tunduk dan bersimpuh! Kepada-Nya kita menyembah. Kepada-Nya kita meminta, Kepada-Nya kita mengarahkan dzikir dan do’a.Ditangan-Nya segala kekuasaan. Dia menebar rahmat, dan Dia pula pelimpah ‘adzab.Saat ini kita kumandangkan takbir, tahmid, tasbih, dan tahlil menyambut datangya ‘Iedul Fithri setelah sebulan berpuasa yang mengantarkan kita ke gerbang fithrah!Allahu Akbar.

‘Iedul Fithri adalah hari raya Agung Ummat Islam, setelah ‘Iedul Adha dan hari Jum’at. Keagungan hari raya ‘Iedul Fithri antara lain pada kedalaman kandungan makna Fithrah.

Fithrah dalam arti kembali pada kemurnian agama (H.R. Muttafaqun Alaihi dari Abu Hurairah). Kembali pada kesucian. Kesucian hati dan jiwa (tadzkiyah nufus), kesucian pikiran (tadzkiyatul fikrah). Fithrah dalam pengertian sunatullah: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah atas) fithrah Allah yang telah menciptkan manusia menurut fithrah itu. Tidak ada perubahan pada fithrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Rum ayat 30)

Dan fithrah dalam pengertian kembali berbuka (ifthar), setelah sebulan penuh menempa diri lewat madrasah Ramadhan.

Alangkah baiknya bila ‘Iedul Fithri dijadikan sebagai momentum bagi mempererat ukhuwwah dengan memperbanyak silaturrahim, saling menziarahi seraya mengucapkan: “Taqabbolallahu minna wa minkum”. Saling memaafkan dan saling mengasihi. Akhirnya kembali kepada fithrah dalam arti seutuhnya mengandung makna kembali kepada tuntunan Allah; kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Kaum Muslimin dan Muslimat Rahimakumullah!

Ramadhan dengan seluruh ‘amaliyah ramadhan, sejak berpuasa, qiyamullail, tilawatil qur’an, infaq, shadaqah, dsbnya menuju terbentuknya jati diri ummat yang merelakan hidupnya di bawah naungannya al-Qur’an, di bawah bayang-bayangnya firman Allah: Al hayat fi zhilalil qur’an!

Ramadhan mengantarkan kita untuk committed terhadap nilai-nilai Islam, terhadap al-Qur’an.
Kini sejauh mana ummat ini committed terhadap al-Qur’an?

Diantara manusia yang mengaku Islam, Allah memberikan konstalasi tentang sikap mereka terhadap wahyu, sikap mereka terhadap Al-Qur’an, sikap mereka terhadap Allah !
Ada manusia yang tergolong mengimani isi Al-Qur’an (namun hanya sebagian) dan bersikap ingkar (kufur) terhadap bagian (isi) Al-Qur’an lainnya. Mereka mau menerima Al-Qur’an sebatas urusan ukhrawi mereka (sebatas hubungan mereka dengan Allah), tetapi menolak Al-Qur’an dalam membimbing kehidupan duniawi mereka, kehidupan sosial, ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, hubungan antar manusia, dan sebagainya).

Mereka melakukan dikotomi terhadap nilai-nilai Al-Qur’an.
Dalam nada bertanya Allah berfirman:

أفتؤمنون ببعض الكتاب وتكفرون ببعض

“Adakah engkau iman kepada sebagian isi kitab (Al-Qur’an) dan bersikap kufur terhadap sebagiannya lagi?” (Al-Baqarah: 85)

Ada lagi golongan yang disitir Allah dalam surah Al-Hajj ayat 11:
ومن النّاس من يعبدالله على حرف

“Diantara manusia ada yang menyembah Allah (beragama) di tepi-tepinya saja (menurut kepentingan hidupnya)”. (Al-Hajj: 11).
Bahkan diawal surah Al-Baqarah Allah mengkonstatir adanya manusia yang mengaku beriman sesungguhnya mereka itu tidak beriman. Bekas iman tidak tereflesikan dalam prilaku, amal perbuatan sehari-hari, tidak dalam pola fikir, tidak dalam mencari rezeki, tidak dalam system moral, tidak dalam way of life.

ومن النّاس من يقول, آمنّا باالله وبا اليوم الأخروماهم بمؤمنين

“Diantara manusia ada yang berkata: Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman”. (Al-Baqarah: 8)

Allah Swt. menuruh setiap hamba yang mengaku beriman agar memeluk Islam secara totalitas, mencakup seluruh hidup dan kehidupan kita dengan shibghah Allah, corak Ilahi, mengamalkan al-Islam dalam seluruh doktrinnya sebagaimana firman Allah:

يآ ايّها الذين آمنوا اد خلوا في السّلم كا فّة ولاتتّبعوا خطوات الشّيطان إنّه لكم عدوّ مبين.

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (Al-Baqarah: 208).

Prof. Dr. Khurshid Ahmad, ulama dan cendekiawan muslim terkemuka dewasa ini dalam memberikan makna ayat tersebut dengan amat tepat.
“Islam bukanlah sebuah agama dalam pengertian umum yang salah itu. Islam bukanlah agama yang hanya menyangkut kehidupan pribadi manusia. Islam adalah cara hidup total yang menyangkut seluruh sisi kehidupan manusia. Ajarannya merupakan petunjuk hidup yang menyangkut seluruh bidang kehidupan baik ekonomi maupun politik, baik hukum maupun budaya, baik nasional maupun internasional” (Khurshid Ahmad, Islam: Basic Principles and Characteristic).

Dalam pengertian inilah kita memasuki, memeluk dan menghayati, mempedomani dan mengamalkan Islam.

Kita bersyukur meskipun kita belum mampu melaksanakan nilai-nilai Islam secara totalitas, syari’at Islam telah diaplikasikan dalam berbagai perangkat hukum seperti: UU Perkawinan (UU No. 1 th. 1974, UU Wakaf, Undang-undang Peradilan Agama, UU Zakat, UU Haji dll. Selain itu diaplikasikan dalam bentuk ekonomi Syari’ah, Bank Syari’ah, Asuransi Syari’ah, Pengadaian Syari’ah, dan diberlakukannya Syari’at Islam di Nanggroe Aceh Darussalam.

Amat disayangkan ketika terbuka peluang konstitusional yakni Sidang Tahunan MPR-RI (2001) pada saat Amandemen UUD ’45 berkenaan dengan pasal 29 Bab Agama elit politik muslim di MPR tidak kompak untuk memperjuangkan dilaksanakannya syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Sekali lagi bagi pemeluk-pemeluknya. Inilah peluang konstitusional yang terbuka sejak akhir konstituante pada tahun 1959.
Kita kehilangan logika untuk memahami mengapa ada elit politisi muslim “yang menolak” pemberlakuan syari’at Islam bagi pemeluk pemeluknya? lebih-lebih apabila mengaitkan penolakan tersebut dengan Piagam Madinah terasa bagai panggung jauh dari api, tidak kene mengena.

Ada tiga hal penting dalam Piagam Madinah yakni : Daulah Islam; Syari’at Islam dan kepemimpinan Rasulullah. Terlindunginya hak-hak Yahudi dan Nasrani justru karena Rasulullah menerapkan Syari’at Islam. Atau adakah syari’at lain yang diterapkan Rasulullah di Madinah ?

Ketiga hal yang wujud di Madinah tidak kita miliki saat ini di negeri ini. Jadi menggunakan Piagam Madinah sebagai sebuah analogi terasa tidak tepat.

Kaum muslimin dan Muslimat Rahimakumullah!

Sebagai ummat pendukung da’wah, bahkan sebagai ummat Islam terbesar di seluruh dunia dan bagian dari mayoritas bangsa, kaum Muslimin Indonesia memikul tanggung jawab dan beban sejarah.

Kita bertanggung jawab terhadap kebangkitan kembali ummat di semua bidang kehidupan. Mengentaskan kemiskinan, mengembangkan potensi sosial-ekonomi ummat, mengejar ketertinggalan kita di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dengan dilandasi iman dan taqwa, membangun manusia Indonesia seutuhnya, sebagaimana didesign Allah dalam Al-Qur’an: Ummatan Wasatha’! Ummat yang berkesinambungan. Tidak semata-mata mendewa-dewakan materi atau mendewa-dewakan sains dan teknologi.

Seorang tokoh muslim (muallaf) Roger Garaudy yang juga cendekiawan terkemuka Prancis menyampaikan pandangannya mengoreksi konsepsi pembangunan Barat antara lain:
“Kesalahan terbesar dalam kebudayaan Barat adalah bahwa ia terlalu berpegang pada pembangunan materi. Development of production dianggap sebagai lambang satu-satunya bagi kemajuan dan kebahagiaan ummat manusia. Tetapi sesudah itu mau apa? Sesudah mobil-mobil, alat-alat mekanis dan komputer diproduksi secara besar-besaran dan terus meningkat, lalu mau apa? Sesudah bank-bank dibangun di mana-mana dan menghasilkan keuntungan yang berlimpah, lalu mau apa? Sesudah dibangun kota-kota, jalan-jalan dan pabrik-pabrik, lantas mau ke mana? Akan kemanakah kita sesudah itu semua? Manakah pembangunan di bidang nilai? Mental, akhlak, sikap dan kebahagiaan sejati? Mereka berusaha membangun kebudayaan tanpa iman dan tanpa Tuhan.

Hasil satu-satunya dari teori pembangunan yang sarat ini adalah bahwa dunia sekarang ini telah memiliki sarana-sarana yang telah siap untuk menghancurkan dirinya”.

Kita ungkapkan penilaian Roger Garaudy sebagai intelektual Perancis yang muallaf, yang setelah meneguk kehidupan Barat sepuas-puasnya, lalu memberikan penilaian kritis objektif terhadap kebudayaan Barat itu sendiri.Untuk apa kita ungkapkan penilaian Garaudy tersebut? Tidak lain untuk menghindarkan ummat dan bangsa kita dari kesalahan yang ditempuh negara-negara maju dengan modernismenya yang sekuler! Yang hampa dari nilai-nilai wahyu, hampa dari nilai-nilai rohaniah!

Ummat Islam sebagai penduduk mayoritas di negeri ini harus kembali memotivasi diri membangun kepekaan spiritual dengan firman-firman Allah dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan memulai dari keluarga sebagai komunitas ummat terkecil hingga tercipta masyarakat Islami, masyarakat Qur’ani. Menjadikan keluarga sebagai starting point da’wah bersama jama’ah Islamiyah menjadi benteng da’wah, benteng akhlaq, benteng ‘aqidah menjadi kekuatan bangsa membangun peradaban dan kemanusiaan.

Untuk bangkit kembali menjadi bangsa yang bermartabat, memiliki harga diri dan jati diri, kita memerlukan pemimpin-pemimpin yang berakhlaq mulia, jujur, amanah, profesional dan memiliki komitmen yang teguh untuk menegakkan syari’at:
Tathbiqusysyari’ah! Wakil-wakil ummat Yang Hanya tunduk Pada Kehendak Allah!

Kaum Muslimin dan Muslimat Rahimaatulullah

Tantangan da’wah kini semakin berat dan kompleks. Namun kita tidak boleh berhenti melaksanakan kewajiban beramar ma’ruf nahi munkar. Gerakan Da’wah berada diantara dua kecenderungan yang sekilas seakan sama kuat: Kecenderungan transenden dan kecenderungan sekular.
Kecenderungan sekuler tampak dari bergesernya nilai-nilai (agama, adat istiadat, tradisi) yang selama ini menjadi acuan kearah nilai-nilai baru yang “serba boleh”, : primissivness, tampak dari gaya hidup serba longgar dari nilai-nilai agama (Islam). Implikasinya hampir meliputi semua bidang kehidupan: mulai dari mode (gaya berpakaian), musik, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, seni dan sebagainya. Kecenderungan transeden tampak dari gairah masyarakat untuk semakin religius. Kegiatan kajian-kajian agama (bahkan merambah ke hotel-hotel), kawasan industri, minat masyarakat mengenakan busana muslim/muslimah, kegiatan umrah, pesanatren kilat, bahkan ada yang tertarik memperdalam tasawwuf.

Abad ke XXI ditandai oleh pencapaian dibidang teknologi yang menakjubkan. Revolusi dibidang teknologi komunikasi telah melahirkan era baru: Era Globalisasi; sesuatu yang tak mungkin dielakkan dengan segala dampak positif dan negatif. Sebagai akibat dari pencapaian teknologi komunikasi itu ada sesuatu yang hilang dari kehidupan umat manusia, yakni jarak. Kita berada dalam apa yang disebut the global village, yang menjadikan dunia tanpa sekat.

Segi-segi positif dari Era Global ini ditandai oleh kemajuan dibidang teknologi komunikasi. Hal ini tentunya kita terima dan manfaatkan bahkan bisa menunjang kegiatan da’wah. Tetapi dampak buruk dari muatan yang dikandung dalam bentuk media cetak dan elektronik seperti : pornografi, adegan-adegan kekerasan, menciptakan realitas sosial yang amat buruk bagi perkembangan da’wah. Maraknya VCD porno, film, majalah, tabloid porno yang semakin mudah diperoleh termasuk akses ke internet yang mengumbar seks bebas dan pendorong kuat merebaaknya maksiat.

Dalam berita (running teks) stasiun TV diberitakan bahwa menurut AP (Associated Press) menyebutkan Indonesia menempati posisi ke 2 dalam masalah pornografi sesudah Swedia(?).

Dunia ketiga termasuk negeri-negeri muslim sedang mengalami apa yang disebut pakar komunikasi: penjajahan budaya. Melalui Media cetak/elektronik, budaya yang cenderung mengabaikan nilai-nilai agama meyerbu rumah tangga kaum muslimin. Akhirnya terjadi benturan budaya, benturan norma, benturan nilai. Apa yang dimasa lalu dipandang tabu kini tidak saja dipandang sesuatu yang biasa bahkan tidak jarang dianggap sebagai ciri-ciri modernitas atau ciri-ciri orang modern.

Kini masyarakat dilanda penyakit-penyakit sosial :
miras, judi, perzinahan, narkoba, pornografi, pornoaksi, penyimpangan seksual: homoseks, lesbianisme.
Pergaulan semakin bebas. Angka pengguguran kandungan (aborsi) mencapai dua juta jiwa pertahun.Surat kabar Suara Pembaharuan, Selasa 19 Juni 2001 mengangkat rangkaian lapaoran ekslusif dibawah judul : “Aborsi di Indonesia, Dua Juta Calon Manusia Dibunuh Tiap Tahun.”

Sebelum itu salah satu stasiun TV menayangkan wawancara Prof. DR. Azrul Azwar, pejabat tinggi Departemen Kesehatan, Mantan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menyatakan bahwa pengguguran kandungan sudah sangat mencemaskan. Beliau menyatakan 3 (tiga) juta jiwa aborsi setiap tahun tersebut 20 % pelaku aborsi adalah puteri-puteri remaja yang belum menikah.

Disisi lain upaya mencerdaskan bangsa merupakan amanah kemerdekaan. Namun setelah 60 tahun usia Republik ini masih ada sekitar 15,24 juta atau 10,21% penduduk usia 15 – 45 tahun yang tidak bisa baca tulis, di Jakarta saja sebagai Ibu Kota Republik, laporan resmi menyebutkan ada lebih dari 128.000 penduduk usia produktif yang buta huruf. Program PBH yang disponsori pemerintah hanya mampu memelekhurufkan 200.000 orang per tahun. Bila hal seperti ini terus menerus berjalan, perlu waktu 60 tahun lamanya untuk menuntaskan masalah buta huruf dan pendidikan dasar.

Dalam banyak hal Indonesia tertinggal jauh dibanding negara-negara ASEAN dan negara-negara yang sedang berkembang. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) yang dicapai Indonesia dibawah negara-negara tetangga seperti Malaysia, Filipina dan Thailand. Peringkat Indonesia saat ini dibayang-bayangi oleh Vietnam. Bahkan pada tahun 2002 dan 2003 posisi Indonesia berada dibawah Vietnam. Sejak 1975 pencapaian Indonesia berada jauh dibawah rata-rata Indeks Pembangunan Manusia di dunia maupun diantara negara Asia Pasifik. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia saat ini berada pada peringkat 111 dari 177 negara. Memang sesekali kita terhibur dikejutkan oleh keberhasilan beberapa remaja Indonesia yang menjuarai Olimpiade Sains. Namun kemampuan pelajar Indonesia dalam bidang matematika dan sains tergolong rendah. Untuk bidang matematika siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas II di Indonesia berada pada perinagkat ke-34 dari 45 negara, sementara untuk bidang sains siswa Indonesia ada di urutan ke 36 dari 45 negara.
Demikian laporan yang diberikan oleh International Associativy for the Solution of Educational Achievement (IEA) berdasarkan hasil studi Trends in International Mathematic and Science Study (TIMMS) 2004. Untuk tingkat SD Indonesia memperoleh nilai E, sedang Malaysia dan Thailand memper oleh nilai A
Demikian juga di tingkat Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi di Indonesia yang paling top sekalipun belum memiliki syarat internasional. Sementara India sebagai negara yang digolomgkan miskin memiliki belasan Perguruan Tinggi yang diperhitungkan ditinagkat dunia dan lulusannya siap berkompetisi secara global.
Persoalan obat bius, peredaran dan penggunaan Narkoba telah mencapai tingkat yang amat serius. Indonesia bukan lagi kawasan transit, tempat persinggahan, tapi Indonesia kini salah satu dari negara produsen.

Potret kita sebagai bangsa kini semakin memprihatinkan ketika berbagai usaha untuk memecahbelah bangsa ini dengan mengkapling-kapling NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) menjadi negara-negara merdeka seperti : RMS, Papua Merdeka, Aceh Merdeka, dst nya, untuk bernasib seperti Rusia, terpecah-pecah.

John Pilger dalam bukunya yang berjudul “The New Rules of The World”, mengungkapkan dengan tandas sebagai plundered, sebagai perampokan massal, hal ini dilakukan sejak tahun 1967. Syukur alhamdulillah ummat Islam Indonesia merupakan garda depan mengawal NKRI menjaga dan memelihara keutuhannya. Namun NKRI hanya bisa kita pertahankan dengan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat lahir dan batin.

Selain memecah belah bangsa ini yang terus menerus mengalami keterpurukan ekonomi, politik bahkan moral, memang tidak terlepas dari global strategi kapitalisme global yang ingin memporakporandakan dunia Islam atau negeri-negeri muslim agar bertekuk lutut.

John Perkins, Konsultan bisnis Amerika Serikat memberikan pengakuan dalam bukunya : Confessions of Economic Hit man”, mengaku disewa oleh kekuatan kapitalisme global untuk merusak dan membuat ekonomi negara-negara berkembang termasuk Indonesia, menjadi terjajah dan sangat tergantung pada tuannya yakni Kapitaalisme Global. Yang lebih mengejutkan lagi John Perkins mengakui memulai startnya dari Indonesia. Negara-negara yang digarap dikondisikan untuk menjadi negara yang dililit hutang, selanjutnya sumber alamnya dikuras.

Selain itu merajalelanya korupsi bagaikan kanker ganas merasuk keseluruh tubuh bangsa menjadikan bangsa ini nyaris bangkrut. Di tingkat global Indonesia (dalam hal korupsi) menduduki peringkat ke 5 dan ditingkat Asia peringkat ke I.

Sementara rakyat kecil tertatih-tatih mempertahankan hidup akibat kenaikan BBM yang luar biasa, sementara itu elit politik (anggota DPR/DPRD) dan para menteri menikmaati kenaikan tunjangan dan gaji ditengah-tengah rintihan kaum dhuafa.

Disaat sebagian terbesar dari bangsa ini sedang berada dilorong perjuangan para pengambil keputusan sudah berpesta. Dana pencabutan subsidi itu sebagian sudah ditelan. Mereka berpesta diatas mayat para korban pengantre dana kompensasi, berpesta diatas amayat orang miskin yang tercekik kenaikan harga BBM, berpesta diatas keringat para buruh yang gajinya tergerus oleh kemahalan barang, berpesta diatas keringat petani dan nelayan yang tak mamapu lagi membeli minyaka tanah dan alat-alat produksinya.
Karena itu, yang kita butuhkan adalah kepekaan nuraani, bukan kalkulasi rasional. Atau memang nurani elite kita sudah hilang ?
Bisa jadi nurani itu memang sudah lenyap digondol setan ketamakan.
Kita mendengar di radio, menyaksikan di televisi, dan membaca di koran. Para politisi ini itu berteriak bahwa mereka menolak kenaikan tunjangan. Mereka kaget. Namun saat rapat paripurna mereka diam. Jadi, mereka sedang membuktikan kebenaran postulaat “berbedanya hati, lidah dan otak” untuk kesuksesan berpolitik. Sedemikian kotorkah kehidupan politik kita ?

Akhirnya tibalah kami di akhir khutbah Idul Fithri ini dengan mengajak jama’ah sekalian di hari yang mulia ini, di hari yang penuh barakah ini, menundukkan hati kita masing-masing, mendekatkan diri di hadapannya Yang Maha Besar dan Maha Kuasa, munajah dan berdo’a kepada-Nya Yang Maha Rahman dan Maha Rahim.

Allahumma, Ya Allah, Tuhan kami

Kami yang berdo’a disini, di bumi-Mu yang subur dan indah ini, adalah hamba-hamba-Mu yang dha’if, hamba-hamba-Mu yang banyak berbuat khilaf dan dosa. Karenanya ya Allah, ampunilah segala dosa-dosa kami, ampunilah juga yang Allah segala dosa orang-orang tua kami, dosa kaum muslimin dan muslimat, mukminn dan mukminat di manapun mereka berada.

Ya Allah ya Tuhan kami betapa kami telah menzhalimi diri-diri ini. Nikmat-Mu alangkah besar, anugerah-Mu tak terkira, kami menghirup udara segar, kami meminum air-Mu penghapus dahaga ummat-Mu. Engkau karuniakan kami segala kenikmatan, segala kenikmatan namun terasa betapa kami tak pandai mensyukuri segala anugerah karunia-Mu itu.

Betapa tidak wahai Tuhan kami! Alangkah lemah semangat kami, alangkah beku hati kami, alangkah kelu lidah kami. Bagaikan tak berdaya membela agama-Mu, tak berdaya mengucapkan yang haq itu haq dan yang bathil itu bathil!

Ya Allah ya Tuhan kami, jangan engkau biarkan kami mengembara di tengah kegelapan dan kebathilan, tanpa petunjuk-Mu, jangan biarkan kami tersesat jalan tanpa bimbingan-Mu, jangan biarkan kami tenggelam dalam keserakahan, dalam ketamakan dunia, tanpa peringatan dari-Mu, jangan Engkau biarkan kami sendiri wahai Tuhan sekejap sekalipun!

Jadikanlah kami ummat yang pandai bersyukur ni’mah bukan ummat yang kufur ni’mah! Anugerah-Mu Ya Allah, alangkah besar, Indonesia yang permai, sumber alam yang kaya namun bangsa ini masih jauh dari sejahtera. Kembalikanlah ya Allah sifat-sifat amanah kepada pemimpin bangsa ini, keadilan, kejujuran, penegakan hukum dan penghargaan terhadap martabat kemanusiaan.

Ya Allah ya Tuhan kami betapa semakin hari bangsa ini semakin jauh dari firman-firman-Mu. Ajarilah kami ya Allah ya Rabb akan makna sabda Rasul-Mu: Qul Amantu billah tsummastaqiem! Katakanlah aku beriman kepada Allah kemudian bersikaplah istiqamah! Sabda yang amat sangat singkat dari Rasul-Mu itu seolah semakin tidak kami mengerti. Bahkan mereka yang menyandang sebagai pemimpin-pemimpin ummat semakin tidak istiqamah dalam melangkah, ya Allah ya Rabb, terasa diantara kami semakin menjauhi ‘aqidah-Mu, merendah-rendahkan syari’at-Mu bahkan ada yang menolak diberlakukannya syari’at-Mu. Mereka berlindung dibalik hujjah buatan manusia bukan bersikap sami’na wa atha’na terhadap ayat-ayat Mu. Ya Allah ya Rabb Tuhan kami, ajarilah kami ya Allah untuk memahami makna kalimah Tauhid La ilaha illallah simpul syari’at-Mu. Sehingga kami mampu menegakkannya, teguh mempertahankannya, tegar membelanya dan ….mengakhiri hayat kami ya Allah, ya Rabb al a’lamin dalam pelukan kalimah tauhid: La ilaha illallah!

Ya Allah Tuhan kami, belum banyak amal yang bisa kami persembahkan kepada-Mu, tanda kami mencintai-Mu. Namun curahkan selalu kasih sayang-Mu, hidayah dan maghfirah-Mu agar kami selalu menebarkan kebaikan menebarkan rasa kasih rahmatan lil ‘alamien.

Ya Allah Tuhan kami, berilah hidayah kepada kaum Muslimin di seluruh dunia, di Palestina, di Iraq, di Afghanistan, Kashmir, di seluruh jagat ini, berikanlah hidayah kepada pemimpin-pemimpin kami, hilangkan benih-benih tafarruq, perpecahan, gantikanlah ia dengan ishlah, ukhuwwah, mahramah dan mahabbah!

Jadikanlah pertemuan kami di tempat ini pertemuan daru kalbu-kalbu yang rindu akan rahmat-Mu, pertemuan dari hati-hati yang ikhlas menjalankan Risalah-Mu, syari’at Mu, da’wah-Mu, Istiqamah di jalan-Mu Jadikan pula perpisahan kami dari tempat ini perpisahan yang Engkau pelihara dari rasa perpecahan. Hapuskanlah segala khilaf dan dosa diantara kami yang hadir.

Ya Allah ya Tuhan kami, di antara kami yang berkumpul ini banyak yang telah lanjut usia, generasi muda kami tumbuh di tengah kemelut budaya, peliharalah mereka generasi di belakang kami agar tumbuh menjadi zurriyah yang saleh yang mampu meneruskan jejak risalah Rasul-Mu Muhammad Saw.

Ya Allah ya Tuhan kami, akhirnya kami pun memohon kepada-Mu, terimalah amal ibadah kami, shalat kami, puasa kami, zakat kami, sujud dan ruku’ kami, tilawah dan shadaqah kami, tasbih, tahmid, tahlil, takbir kami, jadikanlah ia wahai Tuhan penebus dosa-dosa kami.Ya Rahman, ya Rahim, ya Mujibassailin, Engkau Maha Mengetahui, Engkau Maha Mengabulkan, Engkau Maha Mendengar. Kabulkanlah do’a dan permohonan kami.

Ya Arhamarrahimien Irhamna 3x
Walhamdulillahi Rabbil a’lamien.

Bentuk Tawassul Yang disyari’atkan


Kisah 3 Orang Yang Terkurung Di Gua (Bentuk Tawassul Yang disyari’atkan)

Bila melihat fenomena yang ada di masyarakat, kita banyak menemukan hal-hal yang sama sekali jauh dari ajaran Islam bahkan menjurus kepada perbuatan syirik tanpa disadari.

Hal ini tentunya diakibatkan kurangnya pemahaman yang benar tentang ajaran agama, terutama pondasi ‘aqidah yang sangat lemah sehingga ritual-ritual yang sebenarnya merupakan warisan animisme, dinamisme, Budhisme dan Hinduisme masih tetap dilakukan oleh sebagian masyarakat.

Diantara bentuk ritual tersebut, misalnya, mempersembahkan sesajenan kepada apa yang mereka sebut sebagai penguasa pantai selatan -yang lebih dikenal dengan nyi loro Kidul- dengan keyakinan bahwa hal tersebut dapat menghindarkan mereka dari malapetaka dan kemarahannya, dimudahkan rizki dan sebagainya; mendatangi kuburan orang-orang shalih atau orang yang dijuluki sebagai wali, yang dianggap keramat dengan membawa tumbal atau sesajenan seperti ayam dan hidangan yang berupa lauk pauk, dan sebagainya. Mereka menganggap bahwa si penghuni kuburan yang wali dan dianggap keramat tersebut dapat memenuhi keinginan mereka, karenanya mereka memohon melalui mereka agar dapat memenuhi keinginan mereka dalam mendapatkan jodoh, menjadi kaya dan seterusnya. Dan banyak lagi ritual-ritual lain yang sebenarnya bernuansa syirik.

Anehnya, hal itu biasanya mengatasnamakan dien al-Islam dengan membuat nuansa Islami didalam perayaannya bahkan dengan membacakan ayat-ayat al-Qur’an. Sungguh, hal ini merupakan bentuk pelecehan terhadap ajaran Islam dan bagi pelakunya agar segera bertaubat kepada Allah Ta’ala. Apa yang mereka kira, bahwa hal itu merupakan bentuk tawassul adalah salah kaprah. Bila ingin bertawassul maka hendaknya sesuai dengan ketentuan syari’at sebab tawassul semacam itu dilarang dan akan menjerumuskan mereka ke dalam kesyirikan dan kesesatan.

Untuk itu, dalam kajian hadits kali ini, kami menjadikan tema utamanya seputar tawassul yang dianjurkan dan dibenarkan oleh syari’at melalui sebuah kisah yang terdapat dalam hadits yang shahih dan –kiranya- amat masyhur, disamping permasalahan lainnya yang dapat diambil pelajaran dari kisah tersebut.

Metode penjelasan melalui kisah seperti ini biasanya membuat pembaca atau pendengarnya lebih tertarik dan cepat meresap ke dalam sanubari, untuk kemudian ditindaklanjuti dalam kehidupan nyata.
Semoga bermanfa’at dan dapat menggugah hati kita semua.

Naskah Hadits

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallaahu 'anhuma, dia berkata: “aku mendengar Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:’ada tiga orang yang hidup sebelum kalian berangkat (ke suatu tempat) hingga mereka terpaksa harus berminap di sebuah gua, lalu memasukinya. Tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dari arah gunung lantas menutup rongga gua tersebut. Lalu mereka berkata:’sesungguhnya yang dapat menyelamatkan kalian dari batu besar ini hanyalah dengan (cara) berdoa kepada Allah melalui perbuatan-perbuatan yang shalih’ (maksudnya: mereka memohon kepada Allah dengan menyebutkan perbuatan yang dianggap paling ikhlas diantara yang mereka lakukan-red). Salah seorang diantara mereka berkata:’Ya Allah! aku dulu mempunyai kedua orang tua yang sudah renta dan aku tidak berani memberikan jatah minum mereka kepada keluargaku (isteri dan anak) dan harta milikku (budak dan pembantuku).

Pada suatu hari, aku mencari sesuatu di tempat yang jauh dan sepulang dari itu aku mendapatkan keduanya telah tertidur, lantas aku memeras susu seukuran jatah minum keduanya, namun akupun mendapatkan keduanya tengah tertidur. Meskipun begitu, aku tidak berani memberikan jatah minum mereka tersebut kepada keluargaku (isteri dan anak) dan harta milikku (budak dan pembantuku). Akhirnya, aku tetap menunggu (kapan) keduanya bangun -sementara wadahnya (tempat minuman) masih berada ditanganku- hingga fajar menyingsing. Barulah Keduanyapun bangun, lalu meminum jatah untuk mereka. ‘Ya Allah! jika apa yang telah kulakukan tersebut semata-mata mengharap wajahMu, maka renggangkanlah rongga gua ini dari batu besar yang menutup tempat kami berada. Lalu batu tersebut sedikit merenggang namun mereka tidak dapat keluar (karena masih sempit-red)’ .

Nabi bersabda lagi: ‘ yang lainnya (orang kedua) berkata: ‘ya Allah! aku dulu mempunyai sepupu perempuan (anak perempuan paman). Dia termasuk orang yang amat aku kasihi, pernah aku menggodanya untuk berzina denganku tetapi dia menolak ajakanku hingga pada suatu tahun, dia mengalami masa paceklik, lalu mendatangiku dan aku memberinya 120 dinar dengan syarat dia membiarkan apa yang terjadi antaraku dan dirinya ; diapun setuju hingga ketika aku sudah menaklukkannya, dia berkata:’tidak halal bagimu mencopot cincin ini kecuali dengan haknya’. Aku merasa tidak tega untuk melakukannya. Akhirnya, aku berpaling darinya (tidak mempedulikannya lagi-red) padahal dia adalah orang yang paling aku kasihi. Aku juga, telah membiarkan (tidak mempermasalahkan lagi) emas yang telah kuberikan kepadanya. Ya Allah! jika apa yang telah kulakukan tersebut semata-mata mengharap wajahMu, maka renggangkanlah rongga gua ini dari batu besar yang menutup tempat kami berada. Lalu batu tersebut merenggang lagi namun mereka tetap tidak dapat keluar (karena masih sempit-red)’ .

Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda lagi: ‘ kemudian orang ketigapun berkata: ‘Ya Allah! aku telah mengupah beberapa orang upahan, lalu aku berikan upah mereka, kecuali seorang lagi yang tidak mengambil haknya dan pergi (begitu saja). Kemudian upahnya tersebut, aku investasikan sehingga menghasilkan harta yang banyak. Selang beberapa waktu, diapun datang sembari berkata: “wahai ‘Abdullah! Berikan upahku!. Aku menjawab:’onta, sapi, kambing dan budak; semua yang engkau lihat itu adalah upahmu’. Dia berkata :’wahai ‘Abdullah! jangan mengejekku!’. Aku menjawab: “sungguh, aku tidak mengejekmu’. Lalu dia mengambil semuanya dan memboyongnya sehingga tidak menyisakan sesuatupun. Ya Allah! jika apa yang telah kulakukan tersebut semata-mata mengharap wajahMu, maka renggangkanlah rongga gua ini dari batu besar yang menutup tempat kami berada. Batu besar tersebut merenggang lagi sehingga merekapun dapat keluar untuk melanjutkan perjalanan’. (Muttafaqun ‘alaih)

Seputar Perawi Hadits
Beliau adalah seorang shahabat agung, Abu ‘Abdirrahman, ‘Abdullah bin ‘Umar bin al-Khaththab bin Nufail, berasal dari suku Quraisy dan al-‘Adawiy.

Beliau juga seorang yang lama berdiam di Mekkah sehingga dinisbatkan kepadanya “al-Makkiy”. Demikian pula, beliau lama tinggal di Madinah setelah di Mekkah, sehingga dinisbatkan kepadanya “al-Madaniy”.

Beliau adalah seorang Imam panutan, masuk Islam saat masih kecil dan berhijrah bersama ayahnya saat belum berusia baligh. Pada perang Uhud, beliau tidak ikutserta karena masih kecil sehingga peperangan pertama yang diikutinya adalah perang Khandaq (perang Ahzâb). Beliau termasuk orang yang membai’at di bawah pohon.

Beliau banyak mewarisi ilmu dari Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam dan para al-Khulafaur Rasyidun. Wafat pada tahun 73 H.

Penjelasan Kebahasaan
  • Ungkapan: “inthalaqa tsalâtsatu rahthin min man kâ na qablakum” (’ada tiga orang yang hidup sebelum kalian) yakni tiga orang yang berasal dari Bani Israil.
     
  • Ungkapan : “Rahthun” (orang) ; digunakan untuk jumlah dibawah sepuluh orang.
     
  • Ungkapan : “an tad-‘ullâha bi shâlihi a’mâlikum” (dengan cara berdoa kepada Allah melalui perbuatan-perbuatan yang shalih), yakni bertawassul-lah kepada Allah Ta’ala dan berdoa-lah kepadaNya dengan perantaraan perbuatan-perbuatan yang shalih yang kalian lakukan.
     
  • Ungkapan : “Lâ uhillu laka an tafudldla al-Khâtim illâ bihaqqihi” (’tidak halal bagimu mencopot cincin ini kecuali dengan haknya’), yakni bahwa dia (sepupu perempuannya) memintanya agar tidak menyetubuhinya kecuali dengan cara yang sesuai dengan aturan syara’.
Pelajaran-Pelajaran Yang Dapat Dipetik

Hadits panjang diatas mengandung banyak sekali pelajaran yang dapat dipetik, diantaranya:
  • Mengambil pelajaran dan wejangan dari kisah-kisah umat terdahulu
    Seorang Muslim patut mempelajari dan merenunginya sehingga dapat bermanfa’at bagi kehidupannya. Bukankah Allah Ta’ala telah mengisahkan banyak sekali kisah-kisah umat-umat terdahulu, terutama para utusan Allah, kepada kita?. Semua itu, tentunya agar generasi selanjutnya dapat memetik pelajaran dari mereka. Dalam hal ini, Allah berfirman: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (Q,.s.12/Yûsuf: 111)
     
  • Al-Uslûb al-Qashshiy (gaya bahasa yang menggunakan kisah/cerita) dapat membuat pendengar dan pembaca ketagihan untuk mendengar atau membacanya, penuh antusias dan langsung meresponsnya dalam tindakan nyata Oleh karena itulah, Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam senantiasa dari waktu ke waktu menggunakan metode ini ketika memberikan nasehat kepada para shahabatnya.Seorang penuntut ilmu perlu juga melakukan metode seperti ini saat menyampaikan kajiannya kepada para pesertanya bilamana dia mendapatkan momen yang tepat untuk itu sebab metode seperti ini memiliki implikasi positif terhadap pemikiran dan akhlaq mereka.
  • Pentingnya ‘aqidah yang benar dan tauhid yang bersih dari noda syirik
    Diantara amalan yang paling agung yang dapat menyelamatkan pelakunya dari bencana yang menimpanya di dunia dan (dari) ‘azab di akhirat adalah ‘aqidah yang benar dan tauhid yang bersih dari noda-noda syirik. Hal ini tampak dari kisah ketiga orang yang terkurung di dalam gua diatas dimana mereka bersepakat untuk bertawassul kepada Allah Ta’ala melalui amalan-amalan mereka yang mereka anggap paling afdlal dan telah dilakukan dengan seikhlash-ikhlashnya. Ternyata, begitu cepat mereka merasakan hasilnya di dunia.  
  • Tawassul dengan perbuatan-perbuatan yang shalih
Kisah didalam hadits diantas menunjukkan bahwa bertawassul kepada Allah Ta’ala dengan perbuatan-perbuatan yang shalih yang semata-mata mengharap ridla Allah Ta’ala adalah disyari’atkan. Sedangkan bertawassul dengan selain itu, seperti dengan pepohonan, kuburan, para wali dengan memohon kepada mereka sesuatu yang tidak patut kecuali kepada Allah, merupakan syirik yang paling besar yang mengeluarkan pelakunya dari dien Islam. Hal ini didukung oleh firman-firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu…”. (Q,.s. 7/al-A’râf:194)
Dan firman Allah Ta’ala: “Katakanlah:"Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai ilah) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrahpun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada diantara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya, [22]. Dan tiadalah berguna syafat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat itu…”.[23] (Q,.s. 34/as-Saba’:23)

  • Urgensi doa
Doa merupakan suatu ibadah dan salah satu bentuk taqarrub yang paling afdlal yang harus dilakukan oleh seorang Mukmin terhadap Rabbnya. Ia juga mengandung makna perlindungan seorang hamba kepada Rabbnya dan bagaimana dia merasakan betapa faqir, hinadina serta lemahnya kekuatan yang ada pada dirinya. Dalam hal ini, ketiga orang tersebut berlindung kepada Allah Ta’ala dan memohon agar Dia Ta’ala menyelamatkan mereka dari kondisi yang tengah mereka alami melalui doa dan tawassul mereka kepadaNya. Allah berfirman: “Dan Rabbmu berfirman:"Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (Q,.s.40/Ghâfir:60)
Dan firmanNya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (Q,.s. 2/al-Baqarah:186)

  • Berbakti kepada kedua orangtua
Hadits diatas juga menunjukkan keutamaan berbakti kepada kedua orangtua (birr al-Wâlidain), patuh, melakukan kewajiban terhadap hak-hak keduanya dan mengabdikan diri serta menanggung segala kesulitan dan derita demi keduanya. Diantaranya hak-hak keduanya adalah: melakukan perintah keduanya selama bukan dalam berbuat maksiat kepada Allah Ta’ala, melayani, membantu dalam bentuk fisik dan materil, berbicara dengan ucapan yang lembut, tidak durhaka serta selalu berdoa untuk keduanya.
Memperbanyak doa untuk keduanya, bersedekah jariyah atas nama keduanya, melaksanakan wasiat, menyambung rahim serta memuliakan rekan-rekan keduanya. Dalam hal ini Allah berfirman: “Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia, [23]. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:"Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".[24] (Q,.s. 17/al-Isra’: 23-24)

  • Berbakti kepada kedua orangtua merupakan sebab terhindarnya dari kesulitan-kesulitan di dunia dan keselamatan dari ‘azab akhirat Dalam kisah diatas, salah seorang dari mereka, bertawassul kepada Allah melalui perbuatannya yang dianggap paling afdlal dan ikhlas dilakukannya, yaitu berbakti kepada kedua orangtuanya sehingga hal menjadi sebab merenggang dan terbukanya rongga gua dari batu besar yang menutupnya.
    Abu Darda’ radhiallaahu 'anhu meriwayatkan dari Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda: “orangtua merupakan pintu pertengahan di surga; jika kamu menginginkannya, maka jagalah ia atau bila (tidak) maka sia-siakanlah “.
    Sebagaimana, berbakti kepada kedua orangtua juga merupakan sebab masuk surga, sementara durhaka kepada keduanya merupakan sebab mendapatkan ‘azab di dunia dan akhirat. Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:”Ada tiga orang yang tidak dapat masuk surga: ‘seorang yang durhaka kepada kedua orangtuanya; orang yang menyetujui terjadinya zina terhadap keluarganya serta wanita yang kelelakian (yang menyerupai laki-laki)”.
     
  • Perhatian Islam terhadap kebersihan fisik dan kesucian maknawi
Diantara hal-hal yang sangat diperhatikan oleh Islam, dianjurkan serta berdampak positif terhadap kehidupan manusia setelah mati adalah kebersihan fisik dan kesucian maknawi. Lahiriah seorang Muslim menyingkapkan sisi batiniah dari dirinya. Contohnya dalam kisah ketiga orang diatas; salah seorang diantara mereka tidak jadi melakukan perbuatan keji dan tak senonoh begitu si wanita, yang merupakan sepupunya sekaligus orang yang paling dikasihinya, mengingatkannya akan Rabbnya dan bahwa perbuatan tersebut tidak dilarang. Karena sikapnya yang dapat menjaga dirinya tersebut, dia akhirnya mendapatkan balasan yang baik di dunia, yaitu dengan merenggang dan terbukanya rongga gua dari batu besar yang menutupnya. Sungguh, apa yang berasal dari sisi Allah adalah lebih baik dan abadi.
 
  • Kriteria Mukmin sejati
Seorang Mukmin sejati adalah orang yang selalu menghindari dirinya dari perbuatan keji dan mungkar, tidak mendekati perbuatan maksiat dan dosa serta senantiasa berkeinginan kuat agar dapat menjumpai Allah nantinya dalam kondisi tersebut.
  • Urgensi amanah
Amanah merupakan sesuatu yang agung dan bernilai tinggi di sisi Allah Ta’ala, demikian pula di sisi manusia. Mengingat urgensinya, Allah Ta’ala menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung maka semuanya enggan untuk memikulnya dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, akan tetapi kemudian amanah tersebut dipikul oleh manusia yang lemah. Bila mengembannya dengan baik, maka akan mendapatkan ganjarannya di dunia dan akhirat, tetapi sebaliknya, bila lalai dan tidak melaksanakannya maka akan menjadi bumerang baginya. Diantara bentuk amanah adalah:
Mentauhidkan Allah ‘Azza Wa Jalla Melakukan perbuatan-perbuatan shalih secara umum Melakukan hak-hak yang terkait dengan orang lain secara umum, dan titipan-titipan, jaminan-jaminan serta hak-hak yang terkait dengan masalah keuangan (menepati dan melunasi sesuai dengan ‘aqad) secara khusus.
  • Urgensi amal shalih
Amal shalih dengan berbagai jenisnya merupakan sebab berhasilnya seseorang keluar dari rintangan-rintangan serta kesulitan-kesulitan di dunia dan akhirat. Dalam hal ini, Allah berfirman: “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar, [2]. Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. [3] (Q,.s.65/at-Thalâq: 2-3)